Jumat, 22 Mei 2015

Pemilihan disiplin ilmu.

 Pemilihan disiplin ilmu..

  Masalah besar yang dihadapi oleh pengembang kurikulum subjek akademis adalah bagai mana memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila ingin memiliki penguasaan yang cukup mendalam makan jumlah disiplin ilmunya harus sedikit. Apabila hanya mempelajari sedikit disiplin ilmu maka pengetahuan para siswa akan sangat terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas. Apabila disiplin ilmunya cukup banyak, maka tahap penguasaannya akan mendangkal. Anak-anak akan tahu banyak tetapi pengetahuannya sedikit-sedikit (tidak mendalam).

  Ada beberapa saran untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu:
1. Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh (comprehensiveness) dengan menekakan pada bagai mana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahuan.
2. Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility), memilih dan menentukan aspek-aspek dari disiplin ilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat.
3. Menekankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang menjadi dasar (prerequisite) bagi penguasaan disiplin - disiplin ilmu yang lainnya...


REFRENSI

Diambil dari buku 
PENGEMBANGAN KURIKULUM
 Hal:85-86
 Karangan: Prof. Dr.NANA SYAQDIH SUKMADINATA..

Mata kuliyah: PKN
Dosen: Dirgantara Wicaksono..

Fungsi teori

  Apakah fungsi teori?

 Minimal ada fungsi teori yang sudah disepakati para ilmuwan yaitu;
   1. Mendeskripsikan 
  2. Menjelaskan, dan
  3. Memprediksi.
Untuk tiga fungsi tersebut, brodbeck(1963,halm.70) menambahkan fungsi lain. "A theory boy only explains and predict, it also unifies phenomena". Khusus dalam penelitian, Gawin (1963) mengemukakan fungsi teori sebagai : ... The theory  help The researcher to analyze data TO make shorthand summarization or synopsis of data and realions, and to suggest new thing to Try out.
   Dalam usaha mendeskripsikan, menjelaskan, dan membuat prediksi, para ahli terus mencari dan menemukan hukum-hukum baru dan hubungan-hubungan baru diantara hukum-hukum tersebut. Melalui peroses demikian mungkin terjadi di dalam suatu "set kejadian", semua hukum dan interelasinya  dapat di nyatakan dan teori itu telah berkembang menjadi hukum yang lebih tinggi. Para ahli teori mencari hubungan baru dengan menggabungkan beberapa "set kejadian" menjadi suatu" set kejadian baru yang lebih universal". Hal itu mendorong pencarian dan pengkajian selanjutnya, untuk menemukan hukum-hukum baru dan hubungan baru dalam suatu teori baru. Fungsi yang lebih besar dari suatu teori adalah melahirkan teori baru.
  Mauly (1970, hal.70-71) mengemukakan ciri-ciri suatu teori yang baik, yaitu:
 1. A Theoreitical system must permit Deduction which be  tested empirically, 
 2. A theory must be compatible both with observation and with previously validated theories,
 3. theories must be stated in simpel terms, that theory Is best which explains The most in The simplest form,
 4. Scientific theories must be based on experical facts and realationships.

 REFRENSI

Diambil dari buku 
PENGEMBANGAN KURIKULUM 

 Karangan: PROF.DR. NANA SYAQDIH SUKMADINATA

Mata kuliyah: PKN
Dosen: Dirgantara Wicaksono 

Senin, 18 Mei 2015

Bentuk-bentuk belajar

Bentuk"belajar menurut Gage(1984) ada 5.
1.belajar responden
2.belajar kantiguitas
3.belajar operan
4.belajar observasional
5.belajar kognitif
 Dalam bab ini,kelima bentuk belajar itu akan di bahas secara umum.

1. Belajar Responden
   Salah satu bentuk belajar disebut responden. Dalam belajar semacam ini, suatu respons dikeluarkan oleh suatu stimulus yang telah dikenal. Contoh belajar responden adalah hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli psikologi Rusia yang terkenal, Ivan Pavlov.
   Seekor anjing diberi serbuk daging dan ketika anjing itu memakannya, keluar air liurnya. Serbuk daging disebut stimulus tak terkondisi (unconditioned stimulus -US)dan tindakan menguarkan air liur disebut respons takterkondisi (unconditioned response - UR). Terjadi respons terhadap stimulus ini tidak merupakan belajar, tetapi terjadi secara instingtif.
  Sekarang lampu kita hidupkan di tempat anjing itu. Menghidupkan lampu mempunyai efek yang minimal terhadap keluar air liurnya anjing itu. Kemudian, kita nyalakan lampu tepat sebelum memberikan serbuk daging itu pada anjing (US). Jika hal ini kita lakukan beberapa kalo, kemudian pada suatu percobaan, tanpa memberikan serbuk daging,kita lihat timbulnya respons mengeluarkan air liur. Cahaya, yang sebelumnya merupakan stimulus yang netral,sekarang  menjadi stimulus terkondis (conditioned stimulus -CS) dan respons yang ditimbulkan disebut respons terkondisi (conditioned response -CR).
 
2. Belajar kontiguitas
 Sudah kita lihat bahwa pemasangan stimulus tak terkondisi dan stimulus terkondisi suatu syarat untuk belajar responden. Beberapa teoretikus belajar mengemukakan bahwa pemasangan kejadian sederhana itu (kejadian apapun) dapat menghasilkan belajar. Tidak diperlukan hubungan stimulus tak terkondisi - respons. Asosiasi dekat (contiguos) sederhana antara suatu stimulus dan suatu respons dapat menghasilkan suatu perubahan dalam perilaku kekuatan belajar kontiguitas sederhana dapat dilihat bila seseorang memberikan respons terhadap pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkap seperti berikut:
 Sembilan kali lima sama dengan..........................................
 Gunung Semeru ialah gunung tertinggi di...........................
 Anak itu Selandia .................................................................
 Cita-citanya setinggi............................................................

  Dengan menghasilkan kata-kata empat puluh lima, Jawa Timur,ayahnya,langit,menunjukkan bahwa kita dapat belajar sesuatu karena peristiwa atau stimulus terjadi berdekatan pada waktu yang sama. Kadang-kadang diperlukan pengulangan peristiwa - peristiwa itu,tetapi adakalanya belajar terjadi tanpa di ulang. Jadi tidak perlu kita manganggap hubungan stimulus tak terkondisi respons. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manusia dapat berubah sebagai hasil pengalaman peristiwa-peristiwa yang berpasangan.
   Dalam sekolah kita melihat bentuk belajar semacam ini waktu guru "mendiril" siswa. Misalnya dalam mengharapkan pertambahan "2+2,3+3,4+4" dan seharusnya atau perkalian "2x2,3x3,4x4" dan seharusnya. Mengajar dengan menggunakan metode"dril"ini, walaupun kerap kali membosankan, dapat menjadi efesien karna peristiwa yang terjadi secara bersamaan dapat menghasilkan belajar. Mengatakan "empat"terhadap stimulus "2+2" mengakibatkan pemasangan stimulus dan respon yang asosiasinya akan dipelajari.

3. Belajar operant
 Belajar sebagai akibat penguatan merupakan bentuk belajar lain yang banyak diterapkan dalam teknologi modifikasi prilaku. Bentuk belajar ini disebut terkondisi operan sebab prilaku yang diinginkan timbul secara spontan, tanpa dikeluarkan secara naluriah oleh stimulus apapun, saat organisme "beroperasi",tetapi "dipancarkan"; dan konsekuensi atas perilaku itu bagi organisme merupakan variabel yang penting dalam belajar operant. Perilaku akan diperkuat  bila akibatnya berupa suatu yang terkuat kan. Perilaku yang mengalami penguatan mempunyai kecenderungan untuk meningkat dalam hal frekuensi,besarnya, atau probilitas terjadinya.

  Karena peristiwa yang mengalami penguatan dapat menghasilkan efek yang begitu penting, kita perlu bertanya, apakah penguat itu? Penguat ialah setiap stimulus yang meningkatkan kekuatan suatu prilaku (Gage, 1984). Menurut slavin (1988), penguat di definisi kan sebagai suatu konsekuensi yang memperkuat (berarti meningkatkan frekuensi ) prilaku.
   Belajar operant ditunjukkan dalam prilaku berbagai hewan: tikus menekan pengungkit, burung merpati mematuk kunci, kuda menggunakan kepalanya. Pada dasarnya, setiap prilaku operant dapat di timbulkan kerap kali dengan pemberian penguat segera setelah perilaku itu.
  Dalam manusia, berlaku hal yang sama. Berbagai prilaku manusia dapat ditimbulkan berulang kali dengan adanya penguat segera setelah adanya respons. Respons itu berupa: suatu pernyataan, gerakan, tindakan. Misalnya, respons itu dapat berupa menjawa pertanyaan-pertanyaan guru dengan sukarela. Atau dapat pula respons itu berupa jawaban siswa itu sendiri. Ada kalanya, respons itu untuk diketahui, seperti bila seorang siswa duduk diam saja, dan kelihatannya tidak berbuat apa-apa.
  Bila respons berupa sukarela menjawab pertanyaan guru, penguat terhadap respons itu mungkin dalam bentuk " diberi giliran oleh guru". Bila respons itu berupa jawaban itu sendiri terhadap pertanyaan, penguat mungkin berupa ucapan guru: " betul" atau "bagus sekali ". Atau bila respons itu berupa duduk diam dan tidak berbuat apa-apa, salah satu penguat yang menyebabkan perilaku itu akan terjadi lagi ialah suatu tanda persetujuan guru, baik berupa kata-kata maupun senyuman.

4. Belajar observasional
   Bentuk lain belajar yang kita bahas dalam bagian ini ialah belajar observasional. Bentuk belajar ini banyak kita jumpai sehari -hari. Bila kita untuk pertama kalinya belajar mengendarai mobil, kita akan mengamati seorang instruktur untuk mengetahui urutan tindakan-tindakan yang dibutuhkan misalnya menghidupkan, kemudian menjalankan mobil. Demikian pula, bila seseorang mulai bermain voli, Ia berusaha meniru temannya yang terkenal sebagai pemain ulung dalam melempar bola, misalnya bila seseorang diundang makan dihotel besar, yang didalamnya tersedia berbagai macam sendok,garpu, dan gelas, mungkin sekali orang itu akan menunggu  hingga ada seseorang yang tampaknya mengetahui cara makan sebelum mulai makan dan menggunakan perilaku orang itu untuk membimbing perilakunya sendiri. Contoh - contoh ini memperlihatkan betapa bergantungnya kita pada belajar observasional. Model - model prilaku, sopir, pemain voli, dan orang dengan kesopanan sosial - membimbing prilaku kita. Jadi, perubahan perilaku semacam ini merupakan belajar sesuai dengan definisi yang telah di kemukakan terdahulu.
  Konsep belajar observasional memperlihatkan bahwa orang dapat belajar dengan mengamati orang lain melakukan hal yang akan dipelajari. Oleh karena itu, perlu diperhatikan agar anak-anak lebih banyak diberi kesempatan untuk mengamati model -model perilaku yang baik atau yang kita inginkan, dan mengurangi kesempatan -kesempatan untuk melihat perilaku - perilaku yang tidak baik.

5. Belajar kognitif 
  Beberapa ahli psikologi dan pendidikan berpendapat bahwa pada konsep - konsep tentang belajar yang telah dikenal, tidak satu pun yang mempersoalkan proses kognitif yang terjadi selama belajar. Proses semacam itu menyangkut antara lain berfikir menggunakan logika deduktif dan induktif.
   Peroses - peroses mental yang diabaikan oleh penganut psikologi perilaku, yang menjadi inti dalam belajar kognitif, akan dibahas dalam  bab tersendiri.

 REFRENSI

Diambil dari berbagi sumber buku TEORI -TEORI BELAJAR & PEMBELAJARAN.
 Karangan: Prof. Dr.Ratna Wilis dahar, M.sc.

Mata kuliyah: PKN
Dosen: Dirgantara Wicaksono 

Rabu, 06 Mei 2015

Langkah awal belajar PKN



Langkah awal ketika saya mengajar pkn di SD…

            Mula-mula saya akan memilih strateggi,metode,meedia&model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan saya berikan kepada peserta didik. Kemudian saya akan menyampaikan materi tersebut dengan menggunakan strategi,metode,media& model yang saya sudah rancang. Saya haya menjadi fasilitator saja untuk menjembatani kemudian peserta didik lah yang akan membahas mateeri dan memecahkan masalah materi tesebut dengan menggunakan media yang saya berika.kemududian saya hanya menilai peserta didik  yang aktif atau tidak…

            Setelah usai pelajaran kelas, saya tetap berkomunikasi dengan peserta didik saya agar mereka merasa dekat dengan saya dan tak segan untuk betanya tentang materi yang mereka tidak mengerti ketika belajar dikelas…
            Lalu saya mengadakan pertemuan dengan orang tua murid dan menanyakan kegiatan peserta didik ketika di rumah, agar dapat menngetahui karakter – karakter peserta didik saya dan menambah kedekatan kepada orang tua peseta didik saya.

Matkul: PKN
Dosen: Dirgantara Wicaksono 

penerapan model dan strategi d sd

         I.  Pengertian Strategi Pembelajaran Afektif secara Teoritis
Pandangan para ahli mengenai pembelajaran afektif:
a.    Menurut Mc Paul, pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang rasional, pembelajaran moral siswa adalah pembentukan kepribadian, bukan pengembangan intelektual.
b.    Menurut Kohlberg moral manusia berkembang melalui tiga tingkat, dan setiap tingkat terdiri dari 2 (dua) tahap.
c.    Menurut Rokeach (1968), nilai merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
d.    Menurut Tyler (1973:7), nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
e.    Menurut John Dewey dan Jean Peaget, berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses Restrukturisasi kognitif yang berlangsung serta berangsur-angsur menurut aturan tertentu.
f.     Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran.
g.    Menurut Dooglas Graham (Golu). Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya.
Pengembangan dominant efektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik, masalah nilai adalah masalah emosional dank arena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa dibina, perkembangan nilai-nilai atau moral tidak akan terjadi sekaligus tetapi melalui tahap-tahap.

         II.  II. Pengertian Strategi Pembelajaran Afektif secara Edukatif
            Berdasarkan definisi yang dipaparkan oleh para ahli bahwa strategi pembelajaran afektif ialah suatu teknik dan metode mengajar seorang guru dalam proses pembelajaran agar siswa-siswinya mampu menyerap, mengaflikasikan dan mengamalkan ilmu dan materi pembelajaran yang mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi.
            Pembelajaran afektif ini dapat diterapkan pada siswa sekolah dasar dengan proses pembentukkan sikap yang meliputi pola pembiasaan, modeling. Melalui model strategi pembelajaran sikap yang meliputi model konsiderasi, model pengembangan kognitif, dan teknik mengklarifikasi nilai.

 Matkul: PKN
Dosen: Dirgantawa Wicaksono